JAKARTA, MNN.COM — Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI), ST Burhanuddin, mengatakan bahwa korupsi di Indonesia kini telah menjamur. Begitu di sampaikan pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) di Sentul Bogor pada Kamis, (7/11/24) yang lalu.
Dilangsir detikNews pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) Kejagung RI menyampaikan hal tentang program Kejaksaan siap membantu pencegahan Korupsi dan Kebocoran Anggaran mulai dari tingkat atas sampai tingkat Desa.
“Kami di kejaksaan punya unsur yang bisa membantu teman-teman, baik itu pendampingan, audit, dan banyak hal-hal yang bisa kami berikan untuk teman-teman di pemerintahan daerah,” ucap Burhanuddin pada Rakornas.
Diapun menambahkan bahwa sekarang ini untuk korupsi dari tahun ke tahun terus bertambah. Bahkan pada masa otonomi daerah seperti saat ini, penyebaran korupsi juga terjadi di mana mana.
“Tadi juga disampaikan korupsi dari tahun ke tahun juga terus bertambah. Zaman centralisasi, korupsi hanya di segitiga itu saja. Sekarang dengan otonomi ada penyebaran korupsi,” ungkapnya.
Bahkan menurutnya, untuk korupsi sudah dilakukan oleh tingkatan Kepala Desa. Dia menyampaikan bahwa penanganan korupsi di daerah harus hati-hati.
“Kepala Desa juga sudah mulai bermain main dengan korupsi, bahkan dari tahun ke tahun kepala Desa ini sudah sangat berani dan sengaja untuk melakukan korupsi, tapi kejaksaan akan menuntaskan itu, kalaupun kepala Desanya sangat berani untuk main main dengan anggaran Negara, dan saya juga katakan bahwa Kepala Desa sekarang ini kayaknya mulai berlomba lomba melakukan Korupsi,” kata Kejagung.
“Sekarang ini terbukti mulai dari Kepala Desa, pemerintahan terendah sampai terus ke atas korupsi sudah menjamur. Walaupun saya sering menyampaikan untuk penanganan korupsi itu tetap harus hati-hati, terutama yang menyangkut kepala daerah, kita selalu untuk menyampaikan untuk penanganan korupsi itu tetap hati-hati, terutama yang menyangkut kepala daerah,” imbuhnya.
“Kepala desa adalah pemerintahan yang terendah. Di mana pimpinannya dipilih dari masyarakat, dan masyarakatnya flertal tidak yang berpengetahuan aja, bahkan mohon izin dari orang-orang yang pengetahuannya masih rendahan pengetahuanya tidak pernah mengelola keuangan tiba-tiba diberi kesempatan mengelola keuangan Rp 1-2 miliar, apa tidak kaget begitu,” lanjut Kejagung.
Menurutnya, hal tersebut yang menjadi tugas berat bagi Kepala Desa. Salah satunya karena tidak mengerti mengelola anggaran, sehingga terjadi kebocoran Anggaran, maka dari itu dirinya berharap agar Kepala Desa jangan untuk coba coba bermain anggaran yang ada, pasti akan berakibat fatal namtnya.
“Ini adalah tugas berat bagi mereka karena mereka harus bertanggung jawab sistem keuangan pemerintahan daerah. Inilah yang menyebabkan kebocoran itu terjadi. Karena dia tidak mengerti apa yang harus dia lakukan setelah menerima uang itu. Jadi penggunaan anggaran di Desa harus berhati hati kalau tidak mau dapat masalah dengan hukum yang ada,” tutupnya. (Red).