KENDARI, MNN.COM – Kemirisan Membuahkan sebuah kelucuan publik. Dimana tanah Konawe Utara telah menghasilkan triliunan uang dari hasil pertambangan nikel, tapi justru sebagian besar masyarakatnya tidak dan bahkan belum menikmati yang namanya telekomunikasi secara komperhensif.
Hal ini, seperti dikatakan Muhammad Hajar, salah satu aktivis Sultra yang tergabung dibeberapa lembaga dan media, Ia juga Sebagai Ketua Umum DPP HMTI (Himpunan Masyarakat Tolaki Indonesia) sangat menyayangkan keberadaan masyarakat hanya sebatas menikmati isapan jempol semata.
“Terkait Lahan Koordinasi, Lahan Koridor, dan Hutan Lindung, Bak pelakor merajalela, maraknya perusahaan tambang nikel di daerah kabupaten konawe utara (Konut) Sulawesi Tenggara (Sultra), di duga telah menodai ketentuan Undang-undang Dasar pasal 33 Ayat 3, alias didzolimi,” Kata Muhammad Hajar. Pada Selasa, (24/05/22).
Dikatakan, Sebagaimana dalam UUD pasal 33 ayat 3 yang berbunyi ‘Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat’, namun diduga hal terbalik yang di rasakan masyarakat Konawe Utara.
“kita tidak bisa melihat penerapan hal itu di kawasan pertambangan nikel Kabupaten Konawe Utara, yang notabene semenjak pertama kali mengadakan ekpolrasi sampah produksi dan sudah menghasilkan triliunan rupiah.” Ujar Hajar.
Menurut Dia, meski telah banyak meraup pundi-pundi uang, namun kita tetap saja melihat minimnya perimbangan terhadap kehidupan masyarakat, khususnya bagi masyarakat sekitar lingkar sejumlah tambang nikel Konut.
“Lebih miris lagi, kita dapat melihat dengan kasat mata, bahwa terdapat banyak akses jalan desa dan jembatan yang menghubungkan beberapa desa, seperti di kecamatan langgikima dan lasolo kepulauan mengalami kerusakan sangat memprihatinkan.” Pungkasnya.
Dari sejumlah hal signifikan tersebut, pun melahirkan pertanyaan publik seperti yang terlontar ,”Mana…,mana..,,perimbangan keuangan kita?”
Tak hanya itu, Dari sejumlah kajian singkat tersebut Muhammad Hajar melihat adanya beberapa fenomena yang hanya selalu menempatkan Masyarakat menjadi alasan eksplorasi dan produksi (di atas namakan) ,oleh oknum-oknum pengusaha dan oknum pejabat pemerintahan Indonesia.
“Nampak kelihatan bahwa pengusaha nikel terdapat sebuah adagium hukum rimba siapa kuat dia berkuasa. “Saya melakukan beberapa kali Riset dan investigasi ke beberapa titik atau blok pertambangan, menemukan malah banyaknya perkebunan Coklat dan Kacang Ijo menjadi lahan dalam pengelolaan tambang nikel disana.” Beber Muhammad hajar.
Bahkan kata dia, bahwa sudah menjadi rahasia umum kalau polarisasi blok penambangan di kuasai oleh siapa-siapa. akan tetapi Masyarakat hanya bisa pasrah dan menerima sebagai warga negara yang lemah .Ijin usaha pertambangan bertebaran dimana-mana.
“Tapi kita selalu saja mendengar ada saja IUP yang nda bisa operasi dengan alasan ini alasan itu. padahal disisi lain menjamur para “PELAKOR” atau Penggarap Lahan Koridor merajai produksi disana. bahkan lebih mirisnya lagi hutan lindung yang kita tau haram di garap malah menjadi sasaran empuk para PELAKOR ,” ungkapnya
Lebih jauh beber Hajar, Justru ada juga fenomena menarik lainya seperti adanya beberapa pengusaha lokal yang melakukan JO di beberapa perusahaan tertangkap, alat berat di segel, ore nikel di segel (tiba tiba hilang). dan para pelaku usaha yang notabene hanya JO kecil Bahkan bisa di bilang hanya Kontraktor minning saja berurusan dengan hukum.
Meski demikian, disisi lain malah para “PELAKOR” justru semakin menari-nari meraup keuntungan dari tanah merah Konawe utara.
“Hal ini berkecamuk dalam hati saya. membuat saya berfikir kisruh pertambangan disana harus di bawa kemana. mau lapor kemana. saya pernah berfikir prustasi dan berkata mungkin kalau bisa pengadilan akhirat di bawa sementara ke dunia ini baru bisa ada keadilan dan penegakkan hukum sesungguhnya di bumi Oheo.” Keluhnya menyangkan sejumlah kebijakan tak berpihak pada rakyat .
Maka dari itu, lanjut Hajar mengajak teman-teman Aktivis untuk bersinergik membongkar Benang kusut dunia pertambangan nikel konut yang sudah begitu memprihatinkan, demi kesejahtraan masyarakat pada umumnya. (Tim)