KENDARI, MNN.COM – Berlangsungnya persidangan praperadilan Tersangka (YSM) eks Kabid Minerba Dinas ESDM Sultra, menghadirkan dua saksi ahli yaitu Prof.Dr.,Said Karim. SH.MH, MSi., selaku saksi ahli Hukum Pidana, Hukum Acara Pidana dan Tindak Pidana Korupsi, dan Prof. Dr. Abrar Saleh, SH, MH (Ahli Hukum Pertambangan) keduanya diketahui adalah Guru besar di Universitas hasanuddin (UNHAS) Makassar Sulawesi Selatan.
Berlangsungnya gelar sidang di Pengadilan Negeri (PN) Kendari, dalam kesempatannya, saksi Ahli Prof.Said Karim menerangkan bahwa Kejati Sultra tidak memiliki kewenangan dalam melakukan penyidikan yang berkaitan dengan perhitungan nominal kerugian terhadap Negara, Jumat Sore hari (16/7/2021).
Dikatakannya, jika merujuk pada Keputusan Mahkamah Konstitusi dan Surat Edaran (SE) Mahkamah Agung Republik Indonesia (RI), mengisyaratkan secara tegas bahwa lembaga yang berwenang melakukan penghitungan kerugian Negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
“Tapi jika anda bertanya apakah ada kerugian Negara yang dihitung oleh BPKP, maka dalam prakteknya ada juga kerugian Negara yang dihitung oleh BPKP,” ucap Said Karim.
Sidang praperadilan kasus izin pertambangan PT Toshida Indonesia, menghadirkan dua orang saksi ahli ini dilakukan oleh Ketua tim kuasa hukum Eks Kepala Bidang (Kabid) Mineral dan Batubara (Minerba) .
Sebelumnya, Kejati Sultra menetapkan Eks Kabid Minerba Dinas ESDM Sultra, YSM sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang merugikan negara sekitar Rp226 miliar, pada Kamis tanggal 17 Juni 2021.
Lanjut dari pada itu, Said Karim menyebutkan apabila terdapat kasus dalam bidang pertambangan, maka menurut Undang-Undang (UU) Pertambangan, yang berhak melakukan penyidikan adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diangkat dari bidang pertambangan.
“Tetapi yang tidak diperkenankan itu adalah penyidik melakukan perhitungan sendiri mengenai kerugian Negara,” Katanya
Dikatakan, apabila penetapan tersangka dilakukan oleh penyidik yang tidak berwenang dengan dasar hukum yang jelas, maka penetapan tersangka yang disandangkan adalah tidak sah atau cacat yuridis dan batal Demi Hukum.
“Namun dalam hal ini, kewenangan putusan tersebut merupakan hak dari yang mulia pimpinan sidang, ” terang Said.
Kemudian, Abrar Saleh selaku saksi ahli yang merupakan ahli hukum pertambangan, menambahkan bahwa penertiban hukum dalam sektor kehutanan pada perkara Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) pertambangan, akan dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Penetapan tersangka dengan dalih tindak pidana korupsi dengan penyalahgunaan wewenang jabatan oleh Kabid ESDM Sultra adalah tidak berdasar atas ketentuan hukum yang berlaku dan itu terkesan dipaksakan,” katanya.
Abrar Saleh mengatakan, penyidik Kejati Sultra sangat tidak logis jika tunggakan PNBP PT. Toshida Indonesia sejak tahun 2010, dialihkan menjadi tanggung jawab Kabid Minerba ESDM Sultra yang hanya memiliki tupoksi pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan dibidang pertambangan.
Prof. Abrar Saleh juga berpesan dengan menyinggung adagium hukum yang sangat dikenal kalangan hukum bahwa lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah.
“Saya berpesan, lebih baik menghukum seribu orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah. Adagium ini penting bagi mereka yang mengadili dan memutus suatu perkara, seperti perkara sdr. Yusmin Eks Kabid Menerba,” pungkasnya.
Redaksi/MM/Aj