Oleh: Andi Ulfa Wulandari(Mahasiswi UIN Alauddin Makassar)
MAKASSAR,MATANETNEWS.COM –Dalam ulasan kali ini, Penulis menguraikan konflik dan saran terkait penyebaran pandemi Covid-19 yang melanda Negeri.
Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) merupakan jenis virus yang menyerang sistem pernapasan, Penyakit karena infeksi virus ini disebut Corona virus desease, bisa menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan, pneumonia akut, sampai kematian.
Berdasarkan dampak yang ditimbulkan oleh covid-19 ini, membuat masyarakat terpecah menjadi beberapa sekte pemikiran yang di antaranya, ada yang tiba-tiba menjadi Religius, Peramal, Auto ilmuwan, Paranoid, Gelandangan,dan lain sebagainya.
Fenomena tersebut diatas, ini memancing daya tarik penulis, terutama setelah melihat beberapa sikap masyarakat dalam menghadapi kehadiran tamu bernama corona ini.
Dirilis dari situs resmi Alodokter, bahwa penyebaran virus ini dapat terjadi jika kita menghirup percikan ludah dan bersin dari penderita covid-19, memegang hidung, mulut, dan mata tanpa cuci tangan lebih dahulu, setelah memegang benda yang terciprat air liur penderita covid-19 dan juga kontak jarak dekat dengan penderita virus ini, misalnya berjabat tangan.
Akibat daripada itu, muncullah kebijakan pemerintah untuk memberlakukan sosial distance, PSBB, dan bahkan lockdown lokal di beberapa daerah, hal ini dikarenakan Jumlah penderita covid-19 dan angka kematian yang semakin bertambah, hingga menimbulkan kepanikan serta ketakutan lebih di tengah-tengah masyarakat.
Ketakutan adalah hal yang wajar, tetapi absurd jika informasi mengenai covid-19 ini dijadikan tameng untuk saling memprovokasi, apalagi menjadi toxic di tengah-tengah masyarakat.
Faktanya, kepanikan berlebih atau panic attack telah menyerang banyak orang, apalagi Informasi yang disebarkan netizen melalui sosial media menjadi penyebab ampuh terbentuknya stres bagi beberapa pihak, Pasalnya berita-berita yang berseluncur di jejaring sosial cukup sulit dibedakan antara yang asli dan hoaks.
Kehadiran covid 19 ini mengingatkan saya pada seorang filsuf asal Prancis bernama Albert Camus, merupakan seorang eksistensialis yang telah menulis novel berjudul La peste. Diketahuil Penjualan novel ini mengalami penanjakan selama kurang lebih tiga bulan terakhir, atau semenjak covid-19 menjadi sentral pembahasan manusia di seluruh belahan dunia.
Dalam Novenya, Albert Camus mengisahkan sebuah kota di daerah Aljazair, yang tengah terjangkit virus disebabkan baksil pada tikus, yang menyebabkan Wabah ini meregang nyawa banyak orang, dan seketika kota yang tadinya ramai menjadi sangat sepi. Hingga pemerintah setempat Alajazair menetapkan kebijakan untuk menutup segala wilayah perbatasan.
Apa yang dituangkan oleh Camus dalam novelnya adalah kondisi kita hari ini, dimana Beberapa kebijakan telah dikeluarkan Pemerintah untuk meminimalisir penyebaran covid-19.
Meskipun begitu, masyarakat juga harus tetap menjaga stabilitas otak dan psikis, agar terhindar dari stres akibat dampak corona ini. Sekarang ramai diperbincangkan tentang pernyataan dr. Ryan pada konferensi pers virtual pada hari Kamis, 14 Mei 2020 bahwa, “Virus ini dapat menjadi virus endemik lain di komunitas kita, dan virus ini mungkin tidak akan pernah hilang”.
Pernyataan tersebut sontak menjadi sasaran netizen dikarenakan membawa aroma pesimis, Padahal di tengah situasi yang seperti ini, kita semua harus saling men-support dan menyebarkan sugesti positif.
Media pun akhirnya menjadi sumber ketidakwarasan masyarakat sehingga mengakibatkan gerd, asam lambung naik dan timbullah penyakit lainnya. Informasi yang berseluncur di dunia maya tidak sedikit membuat masyarakat parno, dan menciptakan keresahan yang merugikan kesehatan mental sebagai manusia.
Untuk itu, sebagi penulis, saya Andi Ulfa Wulandari menyarankan agar sebelum membagikan sebuah informasi, cek dan riset terlebih dahulu, Lalu dibaca dan ditelaah baik-baik dengan hati yang jernih dan kepala dingin.
Editor : Redaksi Matanetnews.com